Dukung Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas


Coba pejamkan kedua mata Anda, lalu berusahalah beraktivitas seperti biasa, seperti berjalan. Apa yang Anda rasakan? Takut menabrak sesuatu sembari meraba kondisi di sekitar Anda. Bagaimana jika Anda melakukan hal tersebut di jalan raya? Pergi ke tempat kerja rasanya tidak mungkin dilakukan sambil memejamkan mata. Asumsi bagaimana jika tertabrak, jatuh, terbentur, dan lain sebagainya muncul di dalam pikiran Anda. Namun, hal tersebut ternyata sudah menjadi fakta bagi sebagian saudara kita, para penyandang disabilitas, yang hidupnya penuh perjuangan di tengah hiruk pikuk pembangunan negeri tercinta sekaligus menjadi minoritas yang ‘tidak sengaja’ tersingkirkan oleh pola pembangunan yang kurang berpihak bagi mereka.

Di Indonesia, fasilitas umum yang bersahabat bagi penyandang disabilitas masih berupa kemewahan. Umumnya, fasilitas yang demikian hanya terdapat di kawasan elite, terutama pusat-pusat perbelanjaan mewah. Sehingga, pada umumnya fasilitas tersebut hanya dapat dinikmati sebagian kalangan, terutama kalangan berduit. Padahal kasus disabilitas tidak hanya terdapat pada warga kalangan atas. Selain itu, tidak tersedianya fasilitas itu secara merata menyebabkan aksesibilitas warga difabel tanah air untuk bepergian menjadi terbatas. Kalau sudah begini mereka kesulitan untuk turut hidup mandiri secara normal atau bahkan mencari nafkah. Padahal, sebagai manusia, mereka juga memiliki berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi yang belum tentu selalu bisa diperoleh dari orang lain.

Beberapa waktu yang lalu, saya dan keluarga berwisata ke Singapura. Sebuah negara kota kecil modern yang kehidupan penduduknya serba cepat. Terlihat dengan jelas arus perpindahan kerumunan orang dengan berbagai kepentingan di stasiun-stasiun Mass Rapid Transit (MRT). Dengan interval kedatangan tiap monorail sekitar 5 menit, MRT Singapura jelas mencerminkan tingginya permintaan akan kebutuhan transportasi masal yang juga mencerminkan tingkat aktivitas ekonomi di sana. Singkat kata, kehidupan di sana menuntut kecepatan dan efisiensi. Walaupun demikian, pemerintah Singapura tetap memperhatikan kepentingan warganya yang difabel. Di Singapura, setiap stasiun MRT dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk mendukung warganya yang difabel. Sebagai contoh, setiap stasiun dilengkapi dengan jalur khusus berupa tonjolan bulat di bagian lantainya, agar kaum difabel (khususnya disabilitas penglihatan) dapat memandu dirinya sendiri dari mulai memasuki stasiun, membeli tiket, menempelkan tiket yang berupa kartu ke mesin otomatis, hingga memasuki kereta. Baik sekali, bukan? Selain itu, kondisi di dalam kereta juga kondusif bagi kaum difabel, karena mereka tidak perlu berdesak-desakan dengan penumpang lainnya karena memang kondisi kereta yang cukup renggang. Alangkah baiknya jika Indonesia dapat menerapkan hal yang demikian.

 

Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas

Gambar 1. Contoh tonjolan bulat sebagai petunjuk bagi kaum disabilitas penglihatan. Gambar : wikipedia

 

Selain Singapura, Hongkong juga tercatat sebagai kota yang serius memperhatikan masalah fasilitas bagi penyandang disabilitas, misalnya untuk fasilitas penyeberangan. Tiap tiang lampu merah dilengkapi dengan suara, kedipan lampu, dan tombol getar untuk pejalan kaki. Bagi yang hanya dapat mengandalkan pendengaran, semakin lambat suara yang didengar berarti lampu pejalan kaki akan menjadi merah. Bagi yang hanya mengandalkan penglihatan, lampu akan berkedip jika akan berubah menjadi merah. Tombol getar berguna membantu penderita tunanetra dan tunarungu. Tombol akan bergetar cepat jika tiba saat menyeberang, jika getaran melambat berarti waktu menyeberang hampir habis.

Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas

Gambar 2. Tombol getar seperti inilah yang ada di Hongkong untuk membantu disabilitas penglihatan untuk menyeberang jalan. Tombol bergetar jika tiba saatnya bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan. Gambar : wikimedia

 

Alangkah baiknya jika pemerintah mulai mempertimbangkan penyediaan fasilitas umum untuk kaum disabilitas yang memadai. Walaupun jumlah mereka dikatakan minoritas, menafikan kebutuhan mereka akan aksesibilitas adalah jauh dari kata kemanusiaan yang beradab. Bayangkan kesulitan (baca: marabahaya) yang harus mereka lalui untuk bepergian. Untuk manusia normal saja masih harus berhati-hati terhadap perilaku pengemudi kendaraan yang ugal-ugalan. Sehingga untuk berjalan di trotoar pun masih terasa kurang aman, itupun jika memang kondisi trotoar layak dan lapang (tidak ada pedagang kaki lima). Untuk menyeberang, manusia normal pun masih harus ekstra hati-hati memilih saat yang tepat. Kondisi angkutan umum pun masih kurang bersahabat. Para penyandang disabilitas masih harus berjuang ekstra keras untuk dapat menggunakan transportasi umum. Umumnya, transportasi umum di Indonesia masih sulit digunakan, terutama orang disabilitas penglihatan dan pengguna kursi roda. Moda transportasi Transjakarta yang disebut ramah terhadap kaum disabilitas pun sekarang tidak nyaman, terutama pada saat jam sibuk. Jangankan untuk kaum disabilitas, manusia normal harus berdesak-desakan untuk menembus kerumunan penumpang di dalam bus. Kondisi demikian juga terjadi pada moda perkeretaapian. Sehingga jika ingin turun di suatu stasiun, maka harus bersiap-siap 2 s/d 3 stasiun sebelumnya.

Untuk itu, melalui tulisan ini, saya mengharapkan pemerintah maupun Anda yang mungkin suatu saat akan duduk di kursi pemerintahan untuk memperhatikan masalah ini. Fasilitas yang telah disediakan pemerintah Hongkong dan Singapura kiranya mulai dapat diterapkan di Indonesia. Setidaknya, pemerintah kita dapat memulai semacam proyek percontohan fasilitas umum ramah kaum difabel dimulai dari ibukota negara. Selain itu, hendaknya fasilitas umum yang baru memiliki konsep yang memudahkan penyandang disabilitas.

Saya mengundang Anda untuk turut berpartisipasi dengan menyumbangkan ide melalui tulisan-tulisan Anda, baik dalam bentuk jurnal, penelitian, maupun tulisan di media terutama media elektronik seperti blog. Seperti kartunet.com dan kartu XL yang telah mengajak masyarakat luas untuk menyumbangkan pemikiran melalui tulisan melalui blog bertajuk “ Kartunet Kampanya Aksesibiltas tanpa Batas ”.

Para penyandang disabilitas, mereka adalah saudara kita. Perhatikanlah mereka dan buatlah mereka dapat bersanding dan berjalan bersama kita untuk membangun negeri. Mereka berharga dan juga penuh makna.

Tinggalkan komentar